kenapa masih single?

tsaqifra
3 min readApr 15, 2024

--

jawaban singkatnya: belum nemu yang cocok dan mau sama gue.

tapi tulisan ini bukan tentang romatisme cinta.

“Someone calling my age. A long, long tunnel I’ve been walking for about a quarter. Such a long, long tunnel.”

dulu waktu SMP gue berangan-angan dan berencana bakal nikah umur 25. gue membayangkan kalau di umur gue yang ke-25 itu gue udah jadi pribadi yang matang, dewasa, mapan, dan siap untuk melangkah ke stage kehidupan berikutnya. gue pikir umur 25 itu cukup buat gue mengenali diri sendiri dan orang lain, mengenali dunia bahkan. gue pikir umur 25 itu – dan stereotipnya orang-orang – adalah umur dimana gue seharusnya sudah banyak mencapai banyak hal; finansial, karir, love life.

satu bulan lagi umur gue 25 dan gue masih gini-gini aja. mungkin di luar sana ada juga yang sudah 26, 27, 28, 29, 30, dan masih gitu-gitu aja.

“Where should I go? In the midst of unsolicited advice with no answers.”

di umur yang hampir 25 ini ternyata gue masih baru kenalan sama diri sendiri. di antara umur 11–21 gue itu dengan branding diri yang mungkin di orang-orang lama masih melekat tentang gimana gue ternyata cuma bagian diri gue yang masih sangat awal sebelum berubah dan ikut berubah juga cara berpikir, habit, visi misi, dan sifat gue.

semua perubahan itu buat gue sendiri ga mudah. cukup banyak hal-hal yang gue sesali kenapa sih dulu gue begitu dan efeknya masih kerasa sampai saat ini, bahkan gue masih berusaha untuk pelan-pelan mengurangi perubahan yang merugikan diri gue sendiri. gue jadi kayak belajar jalan lagi, belajar lari lagi, belajar gowes sepeda lagi.

tapi yaudah, gapapa.

“But keep walking. Even if it’s dark right now. Navigate through it like wandering.”

kata orang, manusia itu berproses. dan ternyata proses yang gue jalani harus bikin gue tenggelam, berjalan mundur, dan bergelut sendirian dulu. pun sekarang masih mencoba untuk tetap mengambang di permukaan, mencoba tetap berdiri di titik yang sama, mencoba mengobrol dan menyayangi diri. di umur yang bentar lagi 25 ini gue masih ga tau maunya apa dan masih berusaha untuk menangani dan menyembuhkan diri sendiri dulu.

mungkin sebetulnya sampai kapan pun ga akan bisa menangani dan healed seutuhnya, bukan? mungkin itu cuma excuse yang gue buat untuk memberikan ruang dan waktu yang lebih banyak lagi aja. bahwa di umur 25 ini gue belum cukup dalam hal apa pun.

“What being an adult really is. There might not be a definite answer.”

jadi untuk berpasangan– seperti yang gue bayangin jaman SMP dulu – rasanya masih jauh. gue masih nyaman sendirian. gue belum bisa dibilang butuh pasangan. gue belum selesai dengan diri gue. tapi gue happy dengan apa yang ada dan apa yang gue usahakan ada. dan gue belum kalang kabut mau menemukan potongan puzzle yang hilang.

jadi yaudah gausah buru-buru. tapi bukan berarti jadi ignorant juga. mari sibuk memperbaiki diri walaupun sulit dan lambat. nanti pada saatnya, gue bakal jadi lebih stabil dan dewasa, value dan frekuensi yang gue punya bakal match dengan seseorang yang setara. dan di antaranya bukan perihal romantisme cinta saja, tapi gimana gue betul-betul berproses menjadi manusia.

semua kegelisahan tentang pasangan ini sebenarnya datang dari stereotipe sosial, membanding-bandingkan diri dengan orang lain, serta pertanyaan “kapan nikah?” saat libur lebaran.

*all the quoted text are from “Quarter Life”, a song by Tomorrow x Together

--

--